7.1 Pengertian
Keadilan
Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan
diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak
dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda.
Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah
ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang
sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang
tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut disebut tidak
adil.
Keadilan
oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates
memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan
tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan
tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab
pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu
Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah
sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah
diyakini atau disepakati.
Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan
pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada
keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain,
keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya
dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
7.2 Keadilan Sosial
Bila
membicarakan tentang Keadilan, tentu akan mengingat dasar negara kita yaitu
Pancasila. Dalam Pancasila yang kelima berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Tentang Pancasila Bung Karno mengusulkan adanya prinsip
kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara Indonesia. Prinsip tersebut
dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan didalam negara Indonesia
merdeka”. Usul dan penjelasan yang diberikan nampak adanya pengertian
kesejahteraan dan keadilan. Bung Hatta dalam uraian mengenai sila “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebagai berikut “keadilan sosial
adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan
makmur”. Disini jelas diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD
1945 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi yaitu dapat
mencapai kemakmuran yang secara merata.
Dalam
ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila dicantumkan kentuan sebagai berikut :
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia
menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam
kehidupan masyarakat Indonesia”.
Untuk
mewujudkan keadilan sosial, perbuatan dan sikap yang harus dipupuk, yakni :1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan
2. Sikap yang adil terhadap sesama manusia, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati semua hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang sedang memerlukan pertolongan.
4. Sikap yang suka bekerja keras, rajin dan giat.
5. Sikap yang selalu menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan secara bersama-sama.
Keadilan
dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia karena dalam
hidup manusia selalu menghadapi keadilan atau ketidakadilan setiap harinya.
Oleh karena itu keadilan dan ketidakadilan dapat menimbulkan daya kreativitas
manusia. Banyak contoh hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan
diantaranya drama, puisi, novel, musik dan sebagainya .
7.3 Berbagai Macam Keadilan
- Keadilan
legal atau keadilan moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil
setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya
( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral,
sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal.
- Keadilan
distributive
Aristotele
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama
(justice is done when equels are treated equally).
- Keadilan
komutatif
Keadilan
ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.
7.4 Kejujuran
Kejujuran
atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang
kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga
berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa
apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti
juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun
yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan
niat.
7.5 Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat
disekelilingnya hidup menderita. Bermacam-macam sebab orang melakukan
kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek
yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik.
Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan
berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila
manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia
akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.
7.6 Perhitungan (Hisab) dan Pembalasan
Perhitungan (Hisab) menurut agama
ialah perhitungan amal dan perbuatan manusia selama ia hidup, apa yang ia
kerjakan mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Amal perbuatan atas
perbuatannya akan di hisab atau dihitung dan dilakukan pembalasan sesuai dengan
apa yang telah ia kerjakan.
Sedangkan perhitungan (Hisab)
menurut hukum ialah perhitungan terhadap apa yang telah dilakukannya.
Perhitungannya tidak berdasarkan kemauan manusia namun perhitungannya sesuai
dengan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Dan kepadanya dikenai
pembalasan berdasarkan apa yang telah dilakukan.
7.7 Pemulihan nama
baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik.
Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah
suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik
atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan
tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan
santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang
dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah
kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak
sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk
memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat
darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang
perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrih, takwa terhadap Tuhan
dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
7.8 Pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yang penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah makhluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus
mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,
lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah
perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena
itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa,
maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan
hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Sumber :
Seri Diktat Kuliah MKDU: Ilmu Budaya Dasar karya Widyo
Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Gunadarma
Nama : Nadya Navyanti Putri
Kelas : 1PA12
NPM : 15512217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar